Zidny Hidayat: Ingin dan Puisi Lainnya

Asal Engkau Tetap dSini

Bisa saja aku sesabar gunung

memendam magma dan larva panas sendiri kusimpan dan tak kubagi-bagi.

 

Bisa saja aku setenang laut

menampung buih, arus, aliran sungai, dan deras ombak yang mengalir di kedua matamu.

 

Bisa saja aku setabah bumi

menerima panas dan hujan yang kauberi

dan bertahan di segala kondisi

 

Bisa saja, kekasih, aku menjadi seperti yang kau mau

Asal engkau tetap di sini dan mencoba mengerti.

Jakarta, 2021


Anatomi Rindu

Cerebrum, cerebellum, batang otak, dan  milliaran sel saraf dalam otakku masih terotak atik bayanganmu

walau nyata kau telah pergi meninggalkanku.

 

Malleus, incus, stapes dan semua unsur yang ada pada telingaku setiap waktu bahu membahu melacak radar suaramu, frekuensi tawamu, juga meraba gelombang tangismu.

Walau kutahu dirimu telah bahagia dengan selain aku.

 

hidungku sampai kini masih terus mengendus aroma tubuhmu.

walau sudah begitu jauh dirimu tak terjangkau olehku.

mungkin karena aroma tubuhmu telah manunggal dalam secangkir kopiku.

 

Hatiku lumbung penyimpan sisa-sisa senyumanmu, serpihan tawamu, juga riuh tangismu. Semua tentang kamu masih tertata rapi dan kerap aku gali serindu sekali.

Jakarta, 2021

 

Ingin

Sesekali ingin kuziarahi masa lalu. Kukais puing senyummu, kudoakan keselamatanmu, dan kurapikan kenangan yang berserakan di halaman waktu.

Meski cintaku mungkin telah almarhum di hatimu, namun semua tentangmu masih berdegup di mimpi-mimpiku.

 

Sesekali ingin kusambangi kediamanmu. Walau alamat yang kauberi tak pernah benar-benar bisa kutemui. Mungkin rumahmu singgasana terdalam yang tak setiap orang bisa jumpai. Tapi satu hal yang tak kau mengerti, kau di sini masih kunanti.

 

Sesekali ingin kupuisikan namamu. Pada selembar kertas atau pada sebongkah batu. Tetapi, entah dari mana aku harus memulainya.

Sebab, sebelum huruf pertama sempat aku tulis, kenangan sudah lebih dulu berbaris.

Di dalam dada hingga ujung kepala, kata-kata berdesak-desakan berebut ingin jadi yang pertama kali kau baca, majas dan imaji tak sabar antri demi menjadi yang lebih dulu kau pahami.

 

Sesekali, dua kali, tiga kali, bahkan berkali-kali puisi, bergelas-gelas kopi, dan berindu-rindu sunyi. Kau, tetap saja sulit untuk kumengerti.

Tegal, 2021

 

Zidny Hidayat, pria kelahiran Tegal dan karyawan di salah satu perusahaan jasa di ibu kota.

Posting Komentar

0 Komentar