Dalam Tidurmu yang Anggun
Saat kau berbalik di ranjang
Aku telusuri dadamu yang di dalamnya mengental segala paksaan.
Satu, dua atau tiga pengembara bila tersesat akan sampai juga di sini,
Karena di sini segala bahasa cinta kau beri.
“Tidakkah kau merasa tubuhmu bertambah kurus?”
Dia lepas pelukku. Selangkah dua langkah memberi jarak.
“Maaf. Banyak yang aku tinggalkan. Kau tak pernah berubah sama sekali,
Dari dulu hanya sepi yang selalu ingin kau tunjukkan habis-habisan.”
Aku datang di sini, ingin kudengar kata kata pahit dari mulutmu.
Kau memang kepingan berharga di hidupku, Riani.
Wangi parfum yang dulu kau pakai di dada dan lehermu, masih kukenal baunya.
Kau dulu berkata, “inilah wangi perempuan karier yang masih merintis, kasihku. Wangi kota Jakarta!”
Kehendak ibukota adalah tantangan kita semua,
Yang dalam sangsi kita sodorkan lamaran dari gedung yang satu ke gedung lainnya.
Besok, senin tiba dan kau kembali hanyut
Di lalu lintas senin pagi yang macet.
Sementara aku di sini,
Masih dengan sepi yang kau tinggalkan.
Bogor, 13 September 2021
Pernyataan
Di jam dan hari yang sama
Dua puluhan tahun lalu ibu melahirkan diriku
Inilah anak lelaki yang didambakan;
Yudhistira
Lambang kelembutan dan kepasrahan hidup yang mulia
Malam terasa dekat di depan mataku
Lalu terasa aku membutuhkanMu
Jauh di bawah Pangrango
Menyanyikan pujaan untukku dan sunyiku
Bagai bumi mengelilingi matahari
Begitu juga aku tergoda aroma rumput liar
Petualangan, terima lah mata yang sengit ini.
Sementara biarlah aku meninggalkan rumah
Nasib telah membuatku berada di sini
Aku perhatikan sungai, desit angin, dan lampu kota
Semuanya menggetarkan jiwa, Ibu
Semuanya adalah temanku.
Nasib yang ini-ini juga,
Yang mengawinkan tubuhku dengan masyarakat
Yang kemudian membuka siang dan cinta kasih;
Aku teringat Bapak
Yang dalam lembur kantornya membawa pulang sekotak susu coklat
Esok hari terbit dan tenggelamnya matahari masih sama
Seperti halaman buku yang kita beri penanda,
Periode hidup saat ini adalah untuk kepentingan masa depan.
Aku tulis sajak ini ketika hari dan tanggal lahirku masih bermakna.
Bogor, 06 Agustus 2021
Aku Kembalikan Namaku PadaMu
Aku kembalikan namaku padaMu
Ketika bocah-bocah tertawa lincah di lapangan merah
Padahal udara panas. Aku berteduh di bawah genteng sekolah yang rusak.
Tanah yang lengket, tiang bendera setengah jadi (kusam) bekas hujan tadi malam.
Matahari telat datang. Tidak menghasilkan apa-apa. Aku terbakar dan rambut tetap jadi coklat.
Aku kembalikan namaku padaMu
Ketika mereka membawaku masuk ke kelasnya. Debu jadi lantai mereka bersekolah.
Tak ada jendela. Atap yang langsung tembus ke langit.
O, betapa kecilnya hidup dalam satu tarikan napas.
Bogor, Agustus 2021.
Lebaran
Ma, kebijaksanaan tak lagi membuat kulit perut kita halus
Tiap pagi kita pasang telinga dan suara motor Bapak
Perlahan menjauh.
Di kuburan, Bapak merayakan lebaran
Dicabutnya segala yang tumbuh. Disapunya semua yang berserakan.
Dan kita berenam duduk bersila
Memasang tangan;
Aamiin.
Bogor, Selama Lebaran.
Cerita Remaja II
Hari semakin tua
Kini kita rayakan bersama puluhan orang yang antri red velvet, match, password wifi,
Dan kisah-kisah alternatif di meja depan;
Berita tentang kekerasan seksual, narkotika, selebrita dan tips hidup lima menit,
Ada di dinding tangan.
Hari semakin tua,
Anggur dan rembulan menggulung lengan kemejanya,
Lalu menangis di tempat yang seharusnya.
Memang telah jauh berbagai aplikasi membawa hidup kita.
Bogor, 22 Januari 2022
Reza Yudhistira (22),lahir dan tinggal di Bogor. Bisa dihubungi melalui: Twitter: @Rezaaaaaaaao, Instagram: @ryudhistiraa.
0 Komentar