AWAN-AWAN YANG BERGERAK DI MALAM HARI
setiap malam, batu dan kaki rerumputan tumbuh di sebalik pepori kulitmu, kupasang sebuah sarang mimpi, tampias dan lampu neon terbang di tiap malam malam hari
awan-awan bergerak, angin meninggalkan dirinya dari dalam dahan yang rimbun, tanganku, jatuh menuju dasar langit terjauh dari matamu, sebuah dahan yang memberikan sebuah ciri dan hujan tumbuh terbelakang
kupasangi aroma tubuhku pada tubuhmu, lalu kokangan kakiku menancap, akar pohon, kulit mengelupas sebelum laut terbuahi awan mendung
nona, demikianlah kita mengenali bahasa ataupun puisi dalam saku laci dadamu yang bolong
Surabaya, 2022
SORGA DARI TUBUHMU BANGKIT
kudengar sorga dari tubuhmu bangkit, suara bulan dan matahari mencari dirinya dalam bayang-bayang rambutmu yang tersiar di televisi, kucari melalui jalan-jalan lengang, pohon membengkoki kakimu dari tanganku yang membengkak, lalu hujan jatuh
pagar-pagar, nyamuk bermekaran seperti matamu, aku tak bisa melihat, hanya suara langkah dan bising nyanyian lapuk mendakik bulu mataku
"tak usah menangis, degup dan detak maut akan membawa kembali dirimu, ke dalam mimpiku"
kupapahi segalanya yang gemetaran, setelah sembilan puluh sembilan menit, sorga bangkit, menamakan dirinya jendela yang membuka rongga dari pori-pori dan jantungmu
Surabaya, 2022
HARI-HARI PENGEPUNGAN
dahan melarikan diri, benteng cuma pengintai di sebangun riak yang cemas memapah dirinya sendiri, tak pernah kubangunkan bunyi ombak atau meninggalkan kusut dengan terbaringnya kata-kata
meski kebenaran menciderai sebalik tubuhmu pada nyeri hari-hari, kuketuk sebaris puisi paling lirih dari desa dan hantu-hantu, warna hijau, membangunkan berulang kali penebusan sebuah patung, di ujung sana
kau adalah senapan yang terus membedil peristiwa yang tak dapat diulang kembali
sebalik tanda dan penanda menghubungkan masing-masing dari kita, kuda, pekikan terompet, raja-raja menyembunyikan dirinya dari matahari
Surabaya, 2022
DARI TUBUH MALAM
dari tubuh malam, pohon menjadi mayat beranak yang dihinggapi serangga, laki-laki menancapi air dengan denyut bisik kesedihanku, kukeringi leher kekosongan dalam potret muram, laba-laba, keringat basah
jiwaku menari seperti rahasia pembunuhan tuk bermigrasi ke dasar laut pikiranmu, cinta adalah kekosongan burung-burung, masa lalu ataupun masa depan, mencari celah lonceng yang membisiki jalan raya
sepuluh tahun, rumah-rumah menciptakan maut yang dihidupkan oleh kembang api, gairah tertancap, beranak waktu
Surabaya, 2022
Adnan Guntur,kelahiran Pandeglang tahun 1999. Telah menyelesaikan studinya di Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga. Aktif berkegiatan di Teater Gapus Surabaya, Bengkel Muda Surabaya, Wara-Wara Project, dan Sanggar Arek.
0 Komentar