Perjumpaan
Bersua kita di sebuah danau
darimu kugenggam janji
tentang cinta dan ketenangan hati.
Mata yang kukenang membalut luka
tergores di kening kusut penuh duka.
Rema harum melati menguar
mengetuk daku terpesona parasmu
meneguk secangkir kopi nikmat
berharap waktu melambat
sebelum malam menikam senja
menyimpan wajahmu di lubuk jiwa.
Jakarta, 2021
Potret Hitam Putih
Dia lempar batu ke sungai dangkal
dan menangis mengais sisa-sisa
hati yang terserak menjadi abu.
Sebuah hal yang sia-sia
membakar segala kenang
berlumur noda dari harapan
nan luntur.
Meringkuk dalam naungan kata-kata
berdiri dengan lutut ringkih
menjalin kasih tanpa kisah.
Hambar yang tergambar
dalam setiap potret hitam putih
terpancar kelabu
macam cuaca, tak menentu.
Jakarta, 2021
Tahun Baru, Tahun Haru
Rekah kembang api
mewarnai langit legam
di antara mata yang lelap
atau raga berdiri tegap
meramu cerita masa lalu.
Dia petik gitar
dalam lantunan syahdu angin malam
harap memori tersimpan
pada sanubari; dia menjadi buku catatan
yang berbaris huruf dan angka berlumur
keringat bersua air mata.
Ragam rupa membekas
namun ada pula yang lekas
muntah dari dalam perut yang terbakar
oleh kebencian dan penderitaan.
Januari berseri, menghimpun mimpi
sampailah langkah pada Desember
yang gemuruh hujannya membasahi tanah gersang.
Tentu tawa dan tangis jadi puisi yang terkenang
dan kembali menyisiri waktu penuh kelabu
di tahun baru, segenap jiwa menyambut haru.
Jakarta, 2022
Jam Satu
Jemari lentik menggelitik
membelai kepalaku yang berasap
sebab mawar yang terbakar di ranjang malam
menabur duka pada hati yang terluka.
Usai resah dan desah berpadu pada jam satu
gelisah menuai pedih, meringkuk dalam alunan melodi
dari debar jantung yang menari.
Selimut kita telah basah seraya rasa kian memuncak
yang terkapar lemas usai bergulat bersama asa
saling mendekap dan mengecup menanam benih
dengan erangan nikmat meski sesaat.
Jakarta, 2022
Membunuh Resah
Masih tandus ragamu dari cinta
berkumpul noda-noda derita
yang sukar luntur
menebar hampa dan bimbang terlintas
melinjak dada yang sesak asa.
Lesu matamu memandangku
yang sedang liar dengan gairah menggebu
menyapa setiap jengkal tubuhmu
dengan badan penuh peluh.
Dan ingin kubunuh segenap resah
dengan jilatan dari lidah yang bergoyang lincah.
Menyeretmu dalam dunia antara surga dan neraka
mendengar keluh menjadi desah menuai kisah
berharap runtuh jenuh dalam dadamu
bangkit dari tidur
mengecup bibirku tanpa malu.
Jakarta, 2022
Tutup Buku
Setiap halaman
sudah ada wajahmu
dari tawa meramu cinta
hingga hambar menabur derita.
Dan kuludahi setiap kisah
yang buatku tak mendesah
dengan sukacita, kubiarkan
luntur kata-kata
penuh dusta.
Dan betapa gembiranya
mencari buku lain
lebih banyak kertas
yang ingin kutulis dengan puisi.
Dimulai dari langit senja
yang merona dan berkesan
sedang larut malam
kudekap kasihmu
dari halaman satu
hingga tutup buku.
Jakarta 2021
0 Komentar