M.A. Haris Firismanda: Sepasang Kekasih yang Memayat dan Puisi Lainnya


Sepasang Kekasih yang Memayat

Air genteng itu berjatuhan

Menunggu kering oleh angin kemarau

Di pelataran telapak kakimu

mengoyak awan dalam seribu petir

Menenggelamkan cerah dalam mentari embun

 

Aku menunggumu dalam sunyi

Menguli waktu berhari-hari

Walau kau menguap di langit

Dalam gerimis pagi

Mataku lelap dalam tubuhmu

Sedang kau, malah memayat dalam tubuhku

 

Melihat Cermin Retak

Aku melihat cermin

Bayanganku seretak dingin es

Sendiri dalam kumpulan angin-angin mendung

Serta jasadku menangis dikoyak demam siang hari

 

Kita terus bercakap umur

Saat kue dalam nisan lilin menyambut senja dan gagak-gagak turun mencium embun pagi

 

Menari di Kuburan Tua

Aku menari dalam cahaya kunang-kunang

Mayatmu menatap senyum tangis yang sekarat

Oleh kepergian musim yang menyayat nyanyian-nyanyian dzikir

Melemparku keluar dari Rahim yang kau tikam

Dalam doa kramat yang membelatung

 

Aku mengitari jasadmu yang sumringah

Selagi esok rindu terbenam

Dalam tarian orang-orang malam di kuburan tua

Kau masih tersenyum gelap

Lantas gerimis mulai mabuk

 

Kau kucincang diam

Selepas  senyummu melahirkan peluru yang hampir menempel beku di perutku

Aku terus gali kuburan  baru di teras rumahku

Dari tiap-tiap potongan tubuhmu

Namun kau hanyut diseret tuhan di dalam Firdaus 

 

Pelataran Subuh

Mendung hilang

Matahari membakar gerimis pagi

Barangkali subuh

burung-burung terbang

Sayap-sayapnya  meliuk dicumbu angin

Tenang dalam irama

Seperti mayatmu

 

M.A. Haris Firismanda, pegiat Bahasa Sastra. Bisa dijumpai di akun @ar_05ff pernah belajar Sastra di Malang selama empat tahun. Saat ini tengah menempuh jenjang Pascasarjana Kajian Sastra dan Budaya Unair.


Posting Komentar

0 Komentar