Di Angkringan Mereka Membakar Sepi
pada alas yang setengah basah
tikar-tikar kecil dibentang menjadi luas
sementara kita akhirnya duduk leseh,
asap terus mengepul ke atas: tembakau hingga tusukan-tusukan sate.
gitar dan biola bersiap bercumbu dalam nada-nada minor
menangisi kisah sedih yang spontan ditafsir:
di pojokan ada pasangan yang tengah ranum
anak-anak muda yang berserak tak beraturan mengumbar tawa.
malam semakin sengit
aku, dan kamu tak banyak bicara;
kita, memesan sepi—
mereka membakarnya.
Di Balik Bantal Tidurmu
kau sembunyikan sungai di balik bantal tidurmu—
berharap esok pagi ia kering dan surut
seperti dongeng peri gigi yang kuingat saat kecil
pada akhirnya kau hanya menemukan dua jawaban:
aku yang tanpa sadar kausadari mencuri sungai itu,
atau
ia meluap membanjiri seluruh penjuru kamarmu.
Komposisi Rindu
barangkali engkau bertanya pada malam, apa komposisi rindu itu
ia akan menjawab matahari yang terbit esok pagi
barangkali engkau bertanya pada bunga sakura yang layu, apa komposisi rindu itu
ia akan menjawab mentari di bulan april
barangkali engkau bertanya pada gurun pasir yang gersang, apa komposisi rindu itu
ia akan menjawab hujan lebat di kala siang
barangkali engkau bertanya pada perut yang lapar, apa komposisi rindu itu
ia akan menjawab sedikit rasa kenyang
barangkali engkau bertanya padaku, apa komposisi rindu itu
aku akan menjawab;
kamu
jarak
dan juga sedikit kesalahanku.
Jarak
engkau adalah jarak yang harus kutempuh
seperti kasih ibu kepada anak tunggalnya
engkau adalah jarak yang harus kutempuh
seperti sang ayah yang pergi ke pabrik demi nafkah sesuap nasi
engkau adalah jarak yang harus kutempuh
seperti bayi yang keluar dari rahim sang ibu
engkau adalah jarak yang harus kutempuh
seperti hamba;
dari
bumi
menuju
ke
surga.
M. Nadhif Nur Dhia,lahir di Bandung setelah krisis moneter, kini masih menjadi mahasiswa Sastra Inggris semester akhir. Instagram: nvdhf.
0 Komentar