Tasi’ Nugroho: Obituari Malam Minggu dan Puisi Lainnya


Dari Kopi Menuju Sadar

 

Di kantin kampus yang sepi

Kursi-kursi mengerling mencari tuannya

Ibu kantin mendaras buku kecil

Meja-meja memanggil penduduknya; kopi, nasi, rokok, serta suara canda

 

Aku masih menunggu

Di kantin kampus

Aku tidak ingin digantung

Tidak ingin mampus

 

Sembari menunggu aku ingin mendamaikan hati

Alih-alih menyibukkan kecemasan

Aku memesan kopi

Sebab kata orang bijak "meminum kopi menghilangkan dahaga sepi"

 

Aku masih melihat Ibu kantin mendaras buku kecil itu

Dengungan suaranya mendamaikan

Nada yang terbunyi melaram sunyi

Ibu kantin masih mendaras

 

Aku hendak memesan kopi

Hatiku berkata "lebih dosa mana memutus orang ngaji atau membiarkan kesepian melanda?"

Sebab dikatakan orang bijak "buih perbuatan tidak baik berawal dari kesepian"

Aku duduk lagi dari berdiri

 

Aku memejamkan mata

Terdengar suara "Silakan diminum kopinya, Mas"

Ibu kantin duduk di hadapanku

Menghentikan ngajinya

 

Aku masih takjub

Apakah suara dari dalam hati akan lebih didengar Tuhan?

Aku masih takjub

Tuhan selalu mengerti maksud hamba-Nya

 

Aku bertanya "Apa pembeli lebih penting, Bu?"

Jawabnya ringan "Sebab dengan itu aku bisa menentramkan orang lain"

Aku bertanya lagi "Mengapa Ibu menghentikan ngajinya?"

Jawabnya ringan "Sebab, Tuhan juga menyuruh hambanya untuk baik sesama"

 

Ibu kantin pergi meninggalkan pelajaran

Bahwa, tetap baik meski tidak terlihat begitu baik

Aku harus sabar menunggu dosen

Aku menyeruput kopi

 

Dosen membalas chatku,

"Maaf, Nak. Bapak sedang sakit, kamu tidak perlu revisi lagi. Kamu lulus"

Aku menghampiri Ibu kantin

Segera kubayar dan terima kasih.

 

Anomali Perindu

 

Api menjadi padam

ketika senyummu kuhela dalam anganku

panasnya merebah sendiri

sewaktu kugelar bersama

 

Senyummu mengandung kapuk

kembang-kempis menidurkan linglung bagi mata yang menjamahnya

dalam menyadur senyummu

perlu membasuh mata dengan rindu

 

Kelak bila basuhan berhenti membasahi

akan kunyalakan senyummu dalam hati

supaya asapnya memanggil hujan; senyummu terus membasahi rinduku yang tidak karuan


Obituari Malam Minggu

 

Ia masih sendiri

Memeluk nisan

Tempatnya menguburkan harapan

Air matanya meneteskan duka

Bibirnya semakin kering; tak tampak lagi hujan senyuman, tak pernah lagi bersuling sayang

 

Ia hanya memiliki sisa kenangan

Di pelukannya menjadi khayalan

"Dulu, setiap malam minggu kau rutin menjahitkan puisi, yang kau sulur dari senyum dan sepasang mataku. Dulu, saban aku mengucap kangen, segera kau kirimkan sepaket puisi beserta nyanyian, sebagai ganti pelukmu."

 

Ia pasrah pada sepi

Tubuhnya remuk terkoyak kepalsuan

Di atas ranjang tercecer luka

Menghabisi diri dengan gantung cinta



Tasi’ Nugroho, lahir di Ngajuk, Jawa Timur. Penulis puisi, novel. Sudah tujuh buku yang ia terbitkan, bisa dilihat di ig-nya. Novel yang baru terbit 2022 Januari kemarin “Tak Ada yang Berubah dengan Waktu”. Selain menjadi penulis, ia juga menjadi santri Pp. Al-Amien Ngasinan Kediri.

Posting Komentar

0 Komentar