Kita pasti sudah akrab dengan teknologi. Teknologi yang kemudian melahirkan modernisasi. Hari ini, modernisasi ditampilkan untuk memanjakan urusan kerja, pikiran sampai birahi. Kita tahu perjaka-perjaka abad ini, gelisah sebab urusan birahinya terus dikekang. Mereka ingin teriak, namun takut kalah dengan manusia berdalih perintah tuhan. Pemuasan berahi hanya bisa dilakukan dalam ranjang milik pribadi.
Mereka resah, mengapa situs-situs di internet sudah tidak bisa diakses? Tribunnews.Bali, pada tanggal 22 Desember 2018 mengatakan bahwa sepanjang tahun 2018 Kemenkominfo telah memblokir 106.466 situs yang mengandung konten pornografi. Jika dihitung dari tahun 2010, mencapai 883.348 situs yang diblokir. Perjaka bilang, “hanya itu yang mereka sanggupi untuk memenuhi berahi. Janganlah terus didiskriminasi.” Konstitusi hanya mengekang para perjaka yang tidak berisi sejak kantong pribadi. Sedangkan perjaka dan pria beristri yang memiliki banyak uang masih bisa mengaksesnya lewat jasa luring yang terbilang mahal.
Jalan daring adalah alternatif bagi perjaka. Tidak hanya jalan daring yang diblokir. Jalan luring murahan juga sudah diblokir. Sebelumnya nama-nama mentereng semacam Kali Jodoh dan Gang Dolly sudah ditutup dan direlokasi demi kenyamanan semua kalangan. Sekarang kenikmatan itu hanya bisa dirasakan di ranjang pribadi pasutri. Padahal, sebelum internet merajai, pada kurun waktu 1970-an, hal mengenai pemuasan berahi berseliweran dalam kover-kover buku karangan Fredy. S. Buku-buku yang dihadirkan dengan gambar-gambar wanita yang berpakaian menggoda. Wanita-wanita itu ditampilkan dengan kemolekan-kemolekan tubuhnya dan berlatar belakang ranjang. Buku itu berjudul Tangisku Hanya Untukmu, dan Godaan Nafsu.
Bicara ranjang, bukanlah sekadar perihal birahi. Ini juga berkaitan dengan hidup dan mati. Ketika baru keluar dari lubang sempit milik ibu. Dan selesai dibersihkan dari bercak-bercak merah. Kita dipertontonkan dalam ranjang kecil milik rumah sakit. Saat mati pun, kita akan diantarkan dengan ranjang. Ranjang besi, ranjang nyaman dalam peti, atau ranjang alami yang dibuat sebagai tungku api. Tidak peduli apa kepercayaannya. Tapi pasti, semua mati di atas ranjang.
Perihal ranjang, Joko Pinorbo pernah menulis pada beberapa puisinya. Ranjang Kematian, Ranjang Putih, dan Tahanan Ranjang. Puisi-puisi itu masuk dalam buku kumpulan puisi yang diberi judul Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007). Kita penasaran, mengapa Jokpin memilih ranjang untuk dijadikan judul puisinya. Asumsi terendah yang bisa kita lontarkan ialah sebab ia akrab dengan ranjang. Begitu pun dengan kita. Manusia beranjang itu hari ini kita sebut dengan ‘kaum rebahan’.
Banyak aktivitas yang kita lakukan di atas ranjang. Makan, menonton, mendengarkan musik, membaca, dsb. Tapi, ada ua aktivitas yang mungkin tak kita lakukan di ranjang: buang air kecil dan besar. Sebab itu menggelikan. Tapi, mungkin pernah kita lakukan ketika usia belum setua sekarang.
Kenyamanan-kenyamanan saat di ranjang sulit untuk dinikmati oleh pegawai atau pekerja. Mereka disibukkan dengan hal yang mengatasnamakan keberlangsungan hidup. Sebab bekerja, sama halnya dengan meneruskan hidup. Mereka terus bekerja sampai-sampai lupa kenikmatan ragawi di ranjang. Keadaan ini bukannya tidak mereka sadari. Mereka tahu kalau tidur adalah suatu kenikmatan serta kebahagiaan. Penolakkan itu datang dengan dalih meneruskan hidup.
Kesadaraan itu berubah jadi kegelisahan dan keresahan bagi warga dunia. Tahun 2008 warga dunia mendedikasikan satu hari untuk merayakan kegelisahan mereka. Kegelisahan mengenai kenikmatan tidur di atas ranjang. CNNIndonesiamewartakan berita dengan judul Hari Tidur Sedunia, Waktunya Perbaiki Kualitas Istirahat pada Jumat, 16 Maret 2018. Satu hari yang dicanangkan oleh World Sleep Society pada setiap hari jumat sebelum Musim Semi. Begitu naasnya warga dunia yang tidak bisa merasakan kenikmatan di atas ranjang.
Hari Tidur Sedunia dinilai tidak memunculkan dampak yang signifikan. Tentu saja! Kalau cuma satu hari untuk menikmati berbaring di ranjang, pasti tidak cukup. Satu hari dari 365 hari, mustahil. Segelintir orang percaya bahwa hanya dengan satu hari tidak mampu untuk mengatasi kenikmatan berbaring di ranjang. Makannya, ada sedikit dari sekian banyak manusia yang mendedikasikan hidupnya untuk membantu mereka-mereka yang memiliki masalah dalam beranjang. Pertolongan ini dijadikan pekerjaan demi bisa membantu masalah serumit ini. Tidak banyak yang berani mendedikasikan hidupnya untuk membantu persoalaan tidur orang lain. Salah satu orang mulia tersebut ada di negeri ini. Ia bernama dr. Andreas Prasadja. Berstatus sebagai dokter spesialis tidur atau sleep physician. Ia pernah terwata oleh Beritasatu pada Selasa, 30 Juli 2013 dengan judul Profesi Unik, Dokter Spesialis Tidur. Semoga dengan kehadirannya, masyarakat bisa merasakan kenikmatan di atas ranjang. Kita yang sudah andal beranjang, perlu merasa beruntung dalam menikmatinya.[]
Nu’man Nafis Ridho,senang mengulas film dan buku. Juga menulis esai, serta mendengarkan lagu.
0 Komentar