Ahmad Rizki: Kasidah Cinta yang Sia-sia dan Puisi Lainnya


Kasidah Cinta yang Sia-sia

Sudah kupertaruhkan,

atau kuikrarkan dalam keheningan

pagi yang cemburu. Kehadiran

cinta yang menganga dalam

takdir matahari pagi ini

membeku, membentuk suara angin

di belantara kaki yang

berjalan di awal pagi

yang cemburu, angin menodongkan

 

pedang kehampaan: Alangkah melukainya

tikaman cinta. Betapa dingin

dan bekunya kemungkinan. Debu

dan napas yang terengah-

engah. Cinta ini sendiri

di tengah kehidupan yang

ramai. Cinta mencekik

 

lehernya. Cinta menabur

garam di antara hujan

bisu. Cinta terkapar di bumi,

dan kematian bersandar di

pundaknya. Namun, aku ingin

terus mempertaruhkan cinta yang

kuambil dalam keheningan takdir

pagiagar mengobati busuk

jantungku, duhai cinta yang

berujung sia-sia.

(Ciputat, 2022)


Kasidah Bianglala

Kami bianglala merona

sepanjang sore yang hening.

Boleh jadi, kami akan binasa

tapi warna hidup dan cinta kami

memesona serta luar biasa.

 

Berjuta-juta cahaya yang pudar menyaksikan bianglala.

Kami menggeliat ke kehidupan

fana, tubuh kami menggelinjang

di semprot kata-kata, tapi kami

tetap bianglala.


Kami bianglala telanjang

ke bukit nirwana.

Kami bianglala jempalitan

ke mana-mana.

 

Kami bianglala yang redup

saat malam menusukkan gelapnya.

Boleh jadi, kami redup

hanya sekedar membuka cahaya

tapi hidup dan cinta kami

bianglala.

 

O, bianglala.

O, nyanyian penuh warna.

 

Kami bianglala punya cinta

dan seperangkat masa lalu, serta

cita-cita. Akankah

kita saksikan

bianglala merekah sepanjang masa

hidup dunia? 

(Ciputat, 2022)


Ahmad Rizki, menggelandang di Ciputat, Tangerang Selatan. Beberapa puisi omong kosongnya telah termaktub di media daring. Buku puisi yang terlanjur terbit adalah Sisa-Sisa Kesemrawutan (2021). Informasi tambahan dapat ditemukan melalui akun Instagram miliknya, @ah_rzkii, dan surel ahrizki048@gmail.com

Posting Komentar

0 Komentar