Cerita Bersambung Taufik Juang Dwiadi: Hitam Putihnya Penjara - Prolog


Tokoh:

0721 : tokoh utama

0192 : seorang perempuan

0378 : tokoh dengan banyak peran

A__e_ : nama asli tokoh utama yang tidak terungkap

____ dan ____ : dua orang perempuan dalam bagian V

0492 : kakak dari seorang adik

??? : penghuni sebelah 0721 yang mencintai 0492, seorang mantan narapidana: manusia bebas yang kabur dari penjara

Prolog

Di bawah nisan seorang manusia, ada lukisan-lukisan dari pemahat. Dari suatu benda nonartistik, tangannya menjadikan benda tanpa arti memiliki suatu keindahan. Apakah keindahan tangan Tuhan dapat terwujud dengan diberikannya kebebasan kepada manusia? Setidaknya langit mengatakan bahwa warna kepunyaannya adalah pantulan laut. Seperti rotasi seorang bumi, seekor manusia juga punya tanduk setan pada pergelangan tangannya. Apa maksudku? Tulisan ini pada awalnya didedikasikan untuk menuliskan kebencian, tidak untuk menampakkan bahwasanya seorang wanita memiliki senyuman yang paling indah untuk kekasihnya, pun untuk menjadikan pandangan kekasih punya efek magis tersendiri. Aku tidak menuliskan tanduk pada kepala manusia karena manusia zaman ini paling suka dengan yang namanya pikiran, tulisan, obrolan, visual, kenikmatan, dan yang paling utama mungkin kebencian. Setidaknya dunia ini punya media paling besar dan paling menyambung (internet) daripada perasaan cinta seseorang untuk orang paling dikasihinya.

Kacamata… suatu saat aku pernah membeli kacamata. Aku beli benda itu dengan menukar penglihatan alamiku, sehingga menjadi pemandangan buatan ciptaan manusia. Bisa jadi ceritaku dibahasakan menggunakan seruan paksaan karena ketertarikanku dibuat oleh beberapa orang sedemikian rupa. Aku tidak mengerti siapakah kebenaran itu atau dari mana perasaan terbius untuk menginginkan berkenalan berasal. Aku mencintai kehangatan juga menyayangi dinginnya suatu sentuhan seseorang. Aku tidak akan menulis banyak hal tentang masalahku, juga mengenai banyak masalah orang lain. Sikap penulisanku aku terangkan seperti halnya seorang penyanyi membuat lagu cinta. Seperti dibacakan untuk umum, padahal inti naskahnya adalah untuk orang-orang yang aku cintai.

Tulisan ini berdasarkan pada penghapusan nama-nama manusia. Penghapusan nama bisa selalu terjadi hanya karena aku menganggapnya tidak terlalu penting. Dengan nama, satu sama lain dapat teridentifikasi. Karena penahanan seorang tahanan manusia melupakan nama baiknya, tulisan ini berusaha untuk menceritakan suatu tahanan lainnya yang bernama kehidupan, tentang manusia-manusia yang diabaikan kebaikannya. Identifikasi angka aku ciptakan dalam tulisan ini untuk menciptakan suasana itu. Aku ambilkan salah satu cerita penggalan saat aku terdesak dan dimasukkan dalam suatu penjara. Tulisan ini bisa untuk satu orang pun tidak memiliki nama sama sekali, hanya angka-angka tanpa ada penjelasan secara spesifik, karena banyak cara pengukuran manusia melupakan bahwa tiap orang juga punya perasaan.

 ***

Namaku terindentifikasi sebagai 0721. Aku dibangunkan dari tidurku oleh seorang pengawas sambil diingatkan bahwa aku tidak punya kebebasan seperti saat masa laluku. Ditunjukkannya bahwa dalam otakku ada suatu pengendalian secara tidak langsung mengenai kebebasanku untuk berpikir. Di luar penjara pun tidak ada apa-apa. Sebatas aku memandang, penjara itu seolah-olah akan selalu mengikutiku kemana saja. Pada pagi hari, sepertinya, aku akan selalu merasa dibangunkan pada saat matahari menampakkan batang hidungnya. Ruangan penjaraku juga tidak luas-luas amat. Kalau luasnya dijelaskan menggunakan bahasa lidah, ruangan ini adalah sebuah roti yang diciptakan hanya dengan mengutamakan fungsinya saja yaitu menghilangkan rasa lapar. Dijelaskan bahwa hal itu diciptakan dengan memanfaatkan bahan-bahan paling berkualitas (ditegaskan semacam itu) walaupun tidak pernah mementingkan rasa lidahku. Aku hanya bisa merasakan pahit dari penjara ciptaan mereka.

Sudah berapa kalikah aku dibangunkan oleh pengawas? Rasa-rasanya aku tidak mengerti mengapa manusia suka mengawasi satu sama lain, saling melemparkan kecurigaan dan berusaha mengalahkan satu sama lain demi suatu capaian yang dianggap baik oleh mereka. Karena itulah, aku terus bermimpi untuk terbebas dari penjara ini. Di mataku, pengawas itu tidak memiliki nama meskipun dia mengakui bahwa dia punya nama. Aku mengidentifikasi mereka dengan caraku sendiri, kugunakan penomoran dengan maksud menghina mereka. Untuk pengawas pagi hari, aku berikan dia nomor tolol. Untuk mengingatkan bahwasanya pengawasan mereka hanya sia-sia saja.

Aku tidak memiliki teman sekamar. Aku sendiri dalam kurungan selku. Dalam penjaraku, aku mengamati bahwasannya ada warga lainnya yang suka mengentakkan kaki dengan keras saat menginjakkan lantai. Drap-drap-drap… kuhitung bahwa saat mencapai kamarnya, dia dapat membunyikan kakinya sebanyak langkah itu dapat memikul beban hidupnya. Kuhitung bunyinya sebesar satu karung emas.

Oh, ini masih permulaan. Jika malam hari, aku lupa membahasakan bahwa aku merindukan bunyi dari burung-burung di sekitarku. Ataukah aku merindukan belaian seorang wanita? Para lelaki yang telah mengalami betapa indahnya kebersamaan akan mengerti perasaanku ini, juga perempuan yang pernah mengalami jatuh cinta. Pada malam hari pula kesempatanku untuk memandangi bintang. Meskipun aku sendirian dalam kamarku, terangnya bintang dapat mengingatkanku pada luasnya semesta alam. Dia pun juga dapat menunjukkan suatu arah mata angin meski aku tidak pernah mempelajarinya secara mendalam.

Dulu aku punya nama. Sebagian namaku kubuang pada tong sampah karena tidak memiliki suatu prinsip. Untuk nama pertama, aku namakan sebagai masa lalu. Dia mengkhawatirkan masa sekarang tanpa pernah meyakini bahwasannya keadilan akan sulit terjadi meski sebelumnya aku dikibuli sampai sekarat. Ini adalah cerita penantianku. Menantikan saat-saat di mana aku terbebas dari penjaraku. Aku memang marah karena berbagai ketidakadilan menimpaku secara semena-mena. Tapi aku berandai-andai bahwasanya hidup punya jalannya tersendiri, begitu pula kebebasanku.

Posting Komentar

3 Komentar